Selasa, 31 Mei 2011

Kepedihan Yang Disebabkan Merapi..

Hari berganti hari, dan waktupun telah berlalu. Setelah beberapa waktu Merapi memporak-porandakan kota jogjakarta, kususnya yang berada dibagian utara, akhirnya kini mulai mereda. Hingga batas aman diturunkan, walaupun Gunung Merapi masih sering mengeluarkan Wedus Gembel, namun dalam intensitas rendah dan masih menjadi ancaman sewaktu-waktu, para warga pun nekat untuk pulang kerumah mereka masing-masing. Namun bagi mereka yang rumahnya terkena awan panas merapi, hanya bisa pasrah serambi menunggu pemerintah selesai membuat shelter atau hunian sementara. 
Diwaktu itu kalaupun mereka telah pulang kerumah masing-masing, harus bergelut dengan kegelapan karena kala itu listrik masih padam. Baru beberapa minggu setelah kepulangan para pengungsi, listrik bisa kembali normal. Itulah yang saya rasakan juga diwaktu itu. Bagi mereka yang memiliki kebun yang berupa pohon salak, harus sedikit bersabar karena banyak pohon salak yang mati akibat adanya debu vulkanik yang menutupi. Memang setiap bencana pasti menyisakan kepedihan yang teramat dalam, bisa dibilang harus memulai kehidupan  baru dari nol. 
Seperti halnya yang terjadi didaerah lereng Gunung Merapi. Hutan hujan tropis yang terjangkau lahar panas Merapi kini hanya tersisa pohon-pohon yang tumbang dan rumput mengering. Setelah erupsi Merapi yang sangat dahsyat kondisi kering keronta menghiasi daerah lereng Merapi, dimana tidak ada hutan berwarna hijau, tidak ada satwa yang terlihat, dan pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi pun telah tiada. Akibat keganasan merapi, Bunker telah tiada tertimbun 4 meter dibawah tanah. Kali Gendol yang sangat dalam pun rata dengan tanah tertimbun luapan awan panas berupa material pasir dan batu. Banyak ternak warga yang mati. Semua rumah warga yang berada didusun Kinah rejo dan sekitarnya tak terkecuali rumah mbah Marijan yang terkenal sebagai juru kunci merapi pun tidak kuasa dengan semua itu, semuanya rata dengan tanah. 

jogjakarta Pasca Erupsi Merapi 2011

Tidak bisa dipungkiri bahwa adanya Gunung Berapi membuat tanah disekitarnya menjadi subur. Namun tak bisa dihindari, adanya Gunung Merapi juga bisa menimbulkan bencana, dan itulah yang terjadi dijogja beberapa waktu lalu.
Jogjakarta dilanda bencana yang sangat hebat, yaitu meletusnya Gunung Merapi yang terletak dibagian utara kota jogja ini. Menurut orang-orang tua, tidak terkecuali nenek saya, bahwa ini merupakan letusan Merapi yang paling besar dalam sejarahnya. Dimulai dengan jarak aman 5 km hingga 25 km. Memang setiap bencana menyisakan cerita yang amat pedih. Para warga yang rumahnya berada dibawah jarak aman, mereka telah mengungsi semua. Dimulai mengungsi di desa kelurahan setempathingga akhirnya mereka (para pengungsi) dipindah diStadion Maguwoharjo yang jaraknya sudah melebihi jarak amanMerapi yang ditetapkan. Gunung Merapi yang terkenal dengan Gunung paling aktif ini, terus menerus mengeluarkan awan panas dan material yang menjulang tinggi kelangit, menurut kabar yang saya dengar ketinggian Wudus Gembel (orang-orang jogja menyebutnya) mencapai 4 km. Keadaan seperti itu menjadikan kota jogja tertutup dengan debu Vulkanik yang sangat tebal hingga sangat mengganggu untuk beraktifitas. Semua orang pun diwajibkan memakai masker demi keamanan. Serentak sesaat Pasca Erupsi Merapi yang sangat dahsat itu, desa-desa disekitar Merapi bisa dibilang sebagai kota mati karena kosong tanpa berpenghuni yang telah ditinggal untuk menyelamatkan diri, aktifitas perekonomian pun serentak mati total. Semua hanya bisa berharap rumah dan harta benda mereka selamat dari terjangan awan panas Merapi.